Keragaman Budaya – merupakan identitas dari suatu daerah
yang ada di setiap negara. Berbicara tentang aneka budaya di Indonesia tentu
bukanlah hal yang tabu atau aneh, karena dari kecil kita sudah mempelajarinya
di sekolah. Mungkin, secara tidak sadar kita pernah melakukan bahkan sudah
menjadi bagian dari budaya tersebut sesuai dengan daerah yang kita tinggali.
Keragaman budaya di Indonesia dapat menyatukan banyak orang.
Sesuai dengan slogan Bhineka Tunggal Ika “Walaupun Berbeda
Tapi Tetap Satu Jua,” yang artinya walaupun setiap penduduknya berbeda agama,
suku, dan budaya tapi tetap bersatu atau tidak terpecah belah. Ragam
budaya daerah di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing yang
mempunyai daya tarik tersendiri. Bahkan, produksi film layar lebar sekelas
Hollywood yang berjudul Eat, Pray, and Love mengangkat budaya Bali menjadi
salah satu latarnya. Sehingga keragaman budaya di Indonesia semakin dikenal banyak orang di seluruh dunia.
Mengenal Jenis Keragaman Budaya di Indonesia
Karapan Sapi
Budaya khas Madura ini dilakukan dengan tujuan untuk
menaikan status sosial seseorang. Tradisi ini sejenis balapan yang menggunakan
2 ekor sapi yang ditunggangi menggunakan alat bajak sawah. Untuk lintasannya
menggunakan lahan yang basah atau berlumpur seperti sawah. Panjang lintasannya
kurang lebih 100 meter. Biasanya sapi yang memenangkan karapan sapi memiliki
harga jual yang tinggi karena dianggap kuat dan cepat. Karapan sapi sering
dilakukan pada bulan Agustus atau September setiap tahunnya.
Kebo-Keboan
Budaya ini bukan seperti permainan kebo-keboan yang biasa
dilakukan anak-anak kecil. Tradisi kebo-keboan merupakan budaya daerah
Banyuwangi. Budaya ini merupakan ritual yang dilakukan sejak abad ke 18 setiap
tanggal 1-10 bulan syura. Ritual ini dilakukan dengan cara berdandan seperti
kebo, mulai dari seluruh bagian tubuh diberi warna hitam dan kepalanya dipasang
tanduk.
Tujuan dilakukan ritual kebo-keboan untuk meminta hujan pada
saat musim kemarau. Biasanya yang melakukan ritual ini laki-laki, sedangkan
para wanita bertugas menyiapkan makanan dan juga sesajen berupa air kendi,
kinang, ingkung ayam, bungkil, cangkul, aneka jenang, beras, pisang, kepala
kerbau, bibit tanaman padi, aneka jenang dan tumpeng. Pemberian sesajen
dipercaya untuk memberikan keselamatan di ruas jalan Dusun Krajan.
Ritual diawali dengan iringan musik tradisional, kemudian
kebo-keboan mulai berlaga membajak sawah seperti kerbau sungguhan. Terkadang,
kebo-keboan kesurupan dan menjadi liar ketika ritual berlangsung, bahkan
seringkali menyeruduk para penonton. Maka dari itu, sangat disarankan untuk
tidak menonton dari dekat.
Pasola
Kata pasola memiliki arti melempar lembing kayu sambil
berkuda. Tradisi ini merupakan budaya warga Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pasola
diselenggarakan pada bulan Februari setiap tahunnya. Sebenarnya tradisi pasola
merupakan bentuk kesedihan seseorang yang sudah ditinggal istrinya. Namun, pada
pelaksanaannya pasola dilakukan sepert permainan perang-perangan.
Sebelum kesenian ini dimulai, biasanya diadakan prosesi
upacara berupa syukuran atas datangnya musim panen. Selain itu, ada banyak
cacing di pinggir pantai, biasanya cacing ini dijadikan sebuah pertanda. Bila
cacingnya memiliki tubuh yang gemuk dan tubuh berwarna-werani berarti akan
mendapat kebaikan, tapi jika cacingnya kurus dan warnya polos biasanya akan
mendapat malapetaka.
Pasola dimulai ketika cacing-cacing ini sudah datang, para
ksatria mulai menunggang kuda sambil membawa tongkat yang ujungnya tumpul.
Namun, seringkali ritual ini memakan korban jiwa, tapi masyarakat sekitar
memiliki kepercayaan bahwa dara ksatria yang tewas dapat menyuburkan tanah.
Debus
Mendengar nama kesenian ini pasti semua orang akan berpikir
“Banten.” Yups, kesenian debus ini merupakan kesenian bela diri dari Banten.
Kesenian ini sudah ada sejak abad ke 16, namun pada saat itu debus hanyalah
sebuah atraksi tarian yang dipadukan dengan iringan lagu. Kesenian debus ini
menggunakan ilmu kebal, tidak heran jika pementasannya menunjukan aksi menusuk
lidah, mengiris badan dengan golok, dan membakar sekujur tubuh menggunakan
obor.
Sebenarnya, debus ini bisa dipelajari dengan memanfaatkan
tenaga dalam. Namun, sangat tidak disarankan untuk orang-orang yang mentalnya
lemah, apalagi yang punya penyakit jantung. Debus menjadi salah satu keragaman
budaya Indonesia yang sudah dikenal hingga ke mancanegara.
Tabuik
Budaya yang satu ini memiliki keunikan tersendiri, Tabuik
merupakan budaya khas Minangkabau untuk memperingati gugurnya Imam Hussain yang
merupakan cucu dari Nabi Muhammad S.A.W. Biasanya tradisi ini dirayakan pada
tanggal 10 Muharram setiap tahunnya. Kata tabuik itu sendiri berasal dari
bahasa Arab yaitu “Tabut” yang memiliki arti peti kayu. Awalnya, tradisi ini
bernuansa India, namun pada tahun 1910 masyarakat sepakat bahwa tabuik harus
dibawakan sesuai adat Minangkabau.
Bentuk tabuik berupa peti kayu dan beberapa patung yang
disusun tinggi. Bagian bawah tabuik merupakan symbol dari burak yang sedang
menjemput Imam Husaain, sedangkan tabuhan gendang menyimbolkan peristiwa yang
menewaskan Imam Hussain bin Ali.
Lenong
Tradisi ini merupakan drama teatrikal yang menggunakan
dialog khas Betawi. Pementasan lenong biasanya diiringi musik gambang kromong
yang menggunakan alat seperti gong, gambang, kromong, kempor, krecekan, kendang
dan suling. Lenong sudah ada sejak abad ke 19 dan terus berkembang hingga saat
ini.
Budaya lenong merupakan komedi yang menampilkan lawakan
seputar kehidupan, keseharian, tak jarang tentang politik. Lenong terbagi
menjadi dua macam yaitu lenong preman dan lenong denes. Lenong preman menggunakan
pakaian seperti biasa dan umumnya menceritakan kehidupan sehari-hari. Sedangkan
lenong denes menceritakan kehidupan pada jaman kerajaan atau seputar
kebangsawanan.
Ngaben (Upacara Kematian)
Ngaben merupakan budaya khas Bali berupa upacara kematian
yang dilakukan dengan cara dibakar atau dikremasi. Menurut kepercayaan
masyarakat, ngaben merupakan roda kehidupan terkahir manusia di bumi.
Berdasarkan ajaran Hindu, roh bersifat abadai walaupun jasadnya telah mati tapi
roh akan bereinkarnasi. Namun, roh harus melewati beberapa fase di nirwana
untuk disucikan dari dosa-dosa mereka selama hidup di bumi.
Maka dari itu, masyarakat Bali tidak pernah menganggap
kematian merupakan akhir dari kehidupan tapi menurut mereka kematian adalah
awal dari kehidupan yang baru. Upacara ngaben ini seringkali menarik minat
wisatawan local dan mancanegara untuk menyaksikan jalannya prosesi dari awal
sampai akhir.
Lompat Batu Nias
Budaya ini berasal dari Sumatera Utara, tepatnya di
kepulauan Nias. Tradisi ini dilakukan dengan cara melompati batu setinggi 2
meter dan tebal 40 cm. Budaya ini dilakukan untuk menunjukan bahwa yang mampu
melompati batu tersebut dianggap sudah dewasa secara fisik. Selain menjadi
budaya, tradisi ini juga menjadi pertunjukan yang menarik bagi wisatawan yang
datang. Budaya khas Nias ini juga diabadikan pada mata uang seribu rupiah
terbitan tahun 1992.
Keragaman budaya di Indonesia memiliki nilai historis yang
menarik, selain itu tata cara pelaksanaannya pun sangat unik. Bahkan beberapa
kebudayaan melibatkan hal mistis untuk menampilkan pertunjukan di luar akal
pikiran. Namun, Semua hal itulah yang membuat kebudayaan kita semakin dikenal
luas.