Midodareni –
Suatu budaya Jawa yang dilakukan satu malam sebelum pernikahan berlangsung
dimana calon mempelai wanita diperlakukan sangat istimewa. Makna prosesi midodareni itu
sendiri adalah “menyembunyikan” calon pengantin wanita di dalam kamar, karena
pada malam tersebut dipercaya bidadari turun dari kahyangan mengunjungi rumah
si mempelai wanita untuk menganugerahkan dan menyempurnakan kecantikan pada si
pengantin wanita.
Pada malam tersebut calon mempelai pria datang membawa
berbagai macam seserahan ke rumah calon mempelai wanita. Acara malam midodareni
diisi dengan perkenalan keluarga masing-masing mempelai sebagai bentuk ikatan ke
dua keluarga. Selain itu, mempelai pria juga mendapat wejangan atau nasihat
dari orang tua mempelai wanita sebagai calon mertua. Acara midodareni ini
berlangsung mulai pukul 18.00 sampai 24.00
Sejarah Singkat Midodareni
Sejarah Berdasarkan Zaman Kerajaan
Kata “Midodareni” berasal dari kata “Widodari” dalam bahasa
Jawa yang artinya bidadari yang diambil berdasarkan kisah yang dipercaya oleh
masyarakat Jawa berupa turunnya bidadari pada malam hari sebelum acara
pernikahan berlangsung.
Sulistyo Tirtokusumo seorang budayawan yang juga pernah
menjabat sebagai Direktur Kesenian di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
menjelaskan jika midodareni sudah dilakukan sejak zaman kerajaan dulu. Tradisi
ini dilakukan karena banyak pengantin pria yang memilih kabur dari acara
pernikahannya.
Itulah mengapa prosesi adat ini harus dijalankan, karena salah
satu tujuan midodareni adalah untuk melihat sejauh mana kesungguhan pengantin
pria dan wanita yang ingin menjalani pernikahan.
Sejarah Berdasarkan Kisah Rakyat
Sejarah lainnya yang mengungkap asal-usul midodareni yaitu
berdasarkan kisah Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan. Berdasarkan cerita rakyat
yang beredar, Dewi Nawangwulan adalah seorang bidadari yang mempunyai anak
seorang manusia yang bernama Dewi Nawangsih.
Suatu hari Dewi Nawangwulan berjanji pada anaknya jika ia
menikah maka Dewi Nawangwulan akan turun ke bumi untuk mengunjunginya. Untuk
menyambut kedatangan sang ibu, maka Dewi Nawangsih membuat sebuah upacara
bernama midodareni.
Susunan Acara Midodareni
Dalam proses midodareni ada 4 tahapan yag harus dilewati
yaitu:
1. Jonggolan
Dalam tahapan acara ini, mempelai pria datang ke rumah
mempelai wanita untuk bertemu dengan kedua orang orang tuanya. Sang mempelai
pria didampingi oleh keluarga besarnya dengan membawa seserahan yang biasanya
berbagai bingkisian seperti kebutuhan hidup sehari-hari, makanan tradisional
dan lainnya. Jumlah bingkisan atau seserahan yang dibawa harus berjumlah ganjil
sebagai syarat pada prosesi ini.
2. Tantingan
Pada tahapan ini, mempelai wanita diminta untuk memantapkan
keyakinan pada pilihan pendamping hidupnya. Ia juga harus menjalani prosesi
pingitan yaitu tidak boleh bertemu dengan calon pengantin pria sampai acara
akad nikah tiba. Sedangkan kedatangan calon pengantin pria hanya bisa disambut
oleh orang tua mempelai wanita saja.
3. Pembacaan dan Serah Terima Catur Wedha
Selanjutnya, pihak dari mempelai wanita yang diwakili oleh orang
tuanya membacakan dan menyerahkan catur wedha yaitu berbagai macam aturan dalam
menjalankan rumah tangga.
Makna dari catur wedha adalah dalam setiap pernikahan selalu
ada aturan yang harus diikuti untuk menjaga keharmonisan di dalam rumah tangga.
4. Wilujengan Majemukan
Prosesi midodareni ditutup dengan Wilujengan Majemukan.
Acara ini merupakan bertemunya kedua orang tua masing-masing mempelai dengan
tujuan merelakan atau melepas anaknya untuk membina rumah tangga bersama
pasangannya.
Pada acara ini, mempelai wanita memberikan semacam seserahan
seperti makanan dan pakaian. Selain itu juga diberikan sebuah pusaka yang memiliki arti bahwa mempelai pria diharapkan bisa menjadi pelindung yang kuat bagi
keluarganya kelak.
Beberapa harapan dan doa pada prosesi ini disimbolkan dalam
bentuk :
- Memasang sepasang kembarmayang di kamar pengantin
- Sepasang periuk yang berisi biji-bijian, bumbu pawon dan dua helai bangun tulak yang digunakan untuk menutup periuk tersebut.
- Sepasang kendi yang berisi air suci yang ujungnya ditutup dengan daun dada srep (tulang daun), daun sirih yang dihiasi kapur dan mayang jambe (buah pinang).
- Baki yang diisi dengan parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi dan daun pandan. Baki diletakkan tepat di bawah tempat tidur supaya tercium bau wangi.
Semua rentetan acara midodareni berakhir pada pukul 24.00
tepat tengah malam yang menandai pergantian hari. Ketika acara selesai calon
pengantin dan keluarganya dipersilakan untuk menikmati makanan yang sudah
disediakan berdasarkan adat Jawa diantaranya Nasi, sepasang ayam yang dimasak
di atas ingkung atau lembaran, sambel pencok, lalapan, krecek, kopi pahit, teh
pahit dan rujak degan.
Secara garis besar, makna prosesi midodareni ini merupakan bentuk
menjaga kerukunan dalam berumah tangga agar tercipta keluarga yang bahagia dan
sakinah, selain itu juga menggabungkan dua keluarga menjadi satu keluar besar.