Tradisi Ruwatan –
Wilayah Jawa terkenal dengan aneka budaya dan tradisi yang sangat kental dan
unik. Salah satunya yang cukup terkenal adalah ruwatan. Menurut kepercayaan
orang Jawa, ruwatan merupakan suatu upacara yang harus dilakukan untuk mengusir
sial atau nasib buruk yg menimpa seseorang. Tradisi ini masih sering terlihat
di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan beberapa wilayah di Jawa Timur.
Masyarakat Jawa percaya jika seseorang sudah menjalankan
ritual ini maka kehidupannya akan menjadi lebih baik dan lebih beruntung.
Ritual pembersihan diri ini tidak hanya bisa dilakukan sendirian tapi juga bisa
dilakukan secara masal. Awalnya tradisi ini hanya dilakukan oleh orang-orang
tertentu yang disebut 'Sukerta', tapi seiring berjalannya waktu ruwatan juga bisa
diikuti oleh semua orang yang merasa nasibnya buruk.
Sejarah Tradisi Ruwatan Jawa
Ruwatan sangat berkaitan erat dengan mitos yang dipercaya
masyarakat Jawa secara turun temurun yaitu tentang keberadaan para Dewa dan
Dewi. Berdasarkan cerita yang beredar, ada dewa yang bernama Bathara Kala adik
yang merupakan adik dari Bathara Guru. Dewa tersebut memiliki tugas untuk
mengganggu dan memangsa manusia. Nantinya, orang yang dimangsa oleh Bathara
Kala akan mengalami sukerta atau nasib buruk.
Baca Juga: Tradisi Dugderan Semarang untuk Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Kebanyakan yang dimangsa oleh Bathara Kala berasal dari
kalangan anak-anak. Berdasarkan mitologi Jawa, ada beberapa macam tipe anak
yang menjadi mangsa favorit Bathara Kala :
Pandawa dan Pandawa
Pancala Putri
Secara arti, Pandawa adalah lima anak yang seluruhnya adalah
laki-laki. Sedangkan Pandawa Pancala Putri yaitu lima anak yang semuanya
perempuan.
Kedhono Kedhini
Dalam satu keluarga memiliki dua anak pertamanya laki-laki
dan dua anak selanjutnya adalah perempuan.
Gendhana Gendhini
Jika dalam satu keluarga terdapat satu anak laki-laki dan
memiliki satu adik perempuan.
Ontang-Anting
Anak tunggal yang memiliki jenis kelamin laki-laki
Unting-Unting
Anak tunggal yang memiliki jenis kelamin perempuan
Cukil Dulit
Dalam satu keluarga ada tiga anak lelaki
Gotong Mayit
Dalam satu keluarga ada tiga anak perempuan
Serimpi
Empat anak dengan jenis kelamin perempuan seluruhnya.
Serambah
Empat anak dengan jenis kelamin laki-laki seluruhnya
Uger-Uger Lawang
Dua anak laki-laki dalam satu keluarga
Kembar Sepasang
Dua anak perempuan dalam satu keluarga
Kembar
Dua anak perempuan atau dua anak laki-laki yang lahir seara
bersamaan
Wungle
Seorang anak yang lahir tanpa pigmen kulit atau seperti bule
Pancuran Kaapit
Sendang
Dalam satu keluarga ada tiga anak, dua anak perempuan dan
satu anak laki-laki yang dihimpit di tengahnya.
Sumala
Seorang anak yang cacat ketika lahir
Wuyungan
Anak yang dilahirkan dalam kondisi yang sedang genting atau
gawat seperti ketika bencana alam dan terjadi peperangan.
Margana
Seorang anak yang dilahirkan ketika sang ibu sedang dalam
perjalanan.
Wahana
Seorang anak yang dilahirkan ketika si ibu sedang mengadakan
atau mengikuti pesta.
Julungan Kembang
Seorang anak yang dilahirkan pada saat fajar
Julungan Sungsang
Seorang anak yang lahir tepat pada waktu tengah hari
Julungan Caplok
Anak yang lahir ketika waktu senja
Lulung Sarab
Anak yang dilahirkan pada saat matahari terbenam
Semua anak yang lahir dalam kondisi di atas maka harus
menjalani prosesi ruwatan agar anak tersebut dan keluarganya tidak mengalami
nasib sial dan malapetaka.
Prosesi Tradisi Ruwatan
Pada pagi hari menjelang siang, orang-orang yang mengikuti
upacara ruwatan harus berkumpul dan berjalan menuju tempat berlangsungnya
prosesi, umumnya dilakukan di komplek keraton. Di pendapa, terdapat tempat
khusus yang disiapkan untuk pagelaran wayang kulit yang lengkap dengan
instrumen gamelan, para penabuh beserta sindennya.
Layaknya acara pernikahan, pada pintu masuk tempat
berlangsunya ruwatan juga dihiasi tandan pisan, daun beringin dan janur kuning.
Orang-orang yang akan di ruwat harus
duduk di lantai tanpa melakukan aktifitas apapun seperti makan, minum dan main
ponsel.
Didepan mereka sudah terdapan peralatan untuk ruwatan atau
yang disebut ubo rampe, mulai dari ternak unggas, alat-alat ritual hingga
peralatan rumah tangga.
Baca Juga: Mengikuti Tradisi Balimau di Minangkabau Sambil Membersihkan Diri
Suasana menjadi semakin terasa mistis ketika menyan dan
beberapa wewangian khas dibakar sehingga aromanya bisa tercium semua orang.
Kemudian, sinden menyanyikan lagu jawa tanpa diiringin tabuhan gamelan.
Satu persatu peserta ruwatan memasuki bilik yang sudah
dilakukan untuk melakukan prosesi siraman. Prosesi ini dilakukan oleh seorang
dalang yang mnjadi pemimpin ritual lalu membacakan doa dan menyiramkan air
kembang ke atas kepala setiap orang yang sedang di ruwat.
Air yang digunakan untuk prosesi ini diambil dari beberapa
sumber mata air yang dianggap suci oleh masyarakat Jawa. Prosesi siraman
dipercaya dapat menghilangkan pikiran negatif, roh-roh jahat dan membersihkan
kotoran yang ada di dalam jiwa.
Setelah prosesi siraman, para peserta selanjutnya mengikuti
acara pentas wayang Murwakala. Semua peserta wajib duduk dengan tenang dan
melihat pagelaran wayang dengan seksama walaupun pakaian mereka masih basah
setelah prosesi siraman tadi.
Walaupun Tradisi Ruwatan Jawa ini berdasarkan kepercayaan
mitologi Jawa. Namun, setelah masuknya Islam ke wilayah Jawa yang
diperkenalkan melalui wali songo, terkadang pada pagelaran wayang tersebut juga
mengandung kisah-kisah Islam dan seringkali menyebut asmaul husna. Tradisi ini
masih terus dilestarikan masih dilakukan secara turun temurun.