Tarian Lukah Gilo –
Sebuah budaya yang dikenal mistis dan menyeramkan yang berasal dari suku adat
Minangkabau, Sumatera Barat. Kata lukah
gilo berasal dari kata lukah yang
artinya perangkap ikan atau belut yang terbuat dari anyaman rotan dan sering
diletakan di sepanjang aliran sungai, sedangkan gilo berasal dari bahasa Minang yang artinya gila. Dengan begitu
lukah gilo diartikan dengan lukah yang bergerak kencang seperti orang gila
karena diberikan mantera khusus.
Seni tari lukah gilo ini pertama kali muncul pada masa
kekuasaan raja Adityawarman yang kala itu menguasai Pulau Sumatera. Kebudayaan
ini sangat sarat akan kepercayaan animisme dan dinamisme karena memanggil roh
yang dianggap roh nenek moyang dengan menggunakan sebuah mantera khusus yang
dibaca oleh kulipah atau pawang. Dalam kesenian ini, kata lukah juga ditujukan
untuk penarinya.
Tarian Mistis Lukah Gilo
Mengulas Sejarah Singkat Tarian Mistis Lukah Gilo
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tarian ini berasal
ketika Raja Adhityawarman mulai menguasai Pulau Sumatera. Kala itu seringkali
diadakan ritual kerajaan yang menggunakan kekuatan dinamisme dan animisme,
salah satunya adalah lukah gilo. Ritual tersebut terus berkembang hingga
mnejadi sebuah budaya yang menghibur dan disukai oleh masyarakat.
Pada masa kekuasaan Kaum Padri budaya ini sempat
menghilang, tapi seiring berjalannya waktu tarian lukah gilo kembali muncul dan
terus dilestarikan hingga saat ini. Sisi mistis pada tarian ini terletak pada
bagiah lukah yang dimasuki jin atau roh halus setelah diberikan mantera oleh
kulipah. Terkadang, ada saja penonton yang kesurupan ketika sedang menyaksikan
pertunjukan ini. Iringan musik adat yang dimainkan menambah kesan sakral pada
kesenian ini.
Baca Juga: Tradisi Lompat Batu dari Nias Bentuk Ujian Kedewasaan
Pelaksanaan Tarian Lukah Gilo
Waktu pelaksanaan lukah gilo biasanya dilakukan pada malam
hari. Hal ini dikarenakan menurut kepercayaan sang kulipah, pada hari dianggap
sebagai waktu yang tepat untuk memanggil jin masuk ke dalam lukah gilo. Selain
itu, waktu malam hari dipilih karena dapat menambah kesan sakral dan mistis
sehingga para penari yang mengiringi lukah
bisa lebih menjiwai.
Prosesi Tarian Lukah Gilo
Ada tiga bagian pada proses pementasan lukah gilo yaitu
persiapan, pelaksanaan dan penutup. Semuahnya harus dilakukan dengan benar dan
secara berurutan agar pementasan tarian ini bisa berjalan dengan lancar.
Persiapan
Tahap pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan
lukah yang akan digunakan. Kemudian, lukah dibentuk menyerupai boneka yang
dianggap sebagai jelmaan manusia. Bukan itu saja, menyiapkan pakaian khas untuk
dikenakan oleh lukah dan kulipah, alat musik untuk mengiringi pementasan dan
juga beberapa sesaji seperti ramuan jeruk, darah ayam, makanan, kopi, dan dupa.
Semua sesaji ini dipersembahkan untuk jin yang akan masuk ke
dalam lukah. Semua sesaji disiapkan sesuai dengan arahan dari kulipah.
Sedangkan untuk para penari biasanya berasal dari masyarakat sekiat atau
memanggi dari sanggar seni tari.
Baca Juga: Tradisi Ruwatan di Jawa, Sebuah Ritual untuk Membuang Nasib Buruk
Prosesi Pelaksanaan Lukah Gilo
Jika semua persiapan sudah siap, tahap selanjutnya adalah
pementasan lukah galo. Tempat pelaksanaan biasanya dilakukan di tanah lapang.
Semua penari atau yang disebut lukah memegang lukah gilo bersama-sama. Lalu,
kulipah membacakan mantera khusus tepat di depan lukah gilo. Beberapa saat
kemudian lukah gilo akan bergerak tak beraturan secara liar. Disaat itulah para
lukah harus menahan dan mengikuti gerakan yang dilakukan lukah gilo.
Gerakan liar lukah gilo mulai teratur mengikuti iringan
musik yang dimainkan, gerakannya semakin elok dan berirama menyerupai tarian.
Lukah gilo akan terus bergerak sampai kulipah sendiri yang menghentikan bacaan
manteranya. Kulipah akan menghentikan manteranya jika para penari sudah
terlihat sangat kelelahan.
Penutupan Tarian Lukah Gilo
Setelah semua penari atau lukah sudah kelelahan, maka
kulipah akan membacakan mantera untuk mengembalikan semua jin yang masuk ke
alamnya. Hal ini ditandai dengan gerakan lukah gilo yang semakin pelan hingga
berhenti total. Ketika berhenti, biasanya para lukah akan merasa lemas karena
tenaga mereka sudah terkuras.