Tarian Sigale-gale – Budaya khas suku Batak ini sudah
terkenal hingga ke seluruh Indonesia bahkan hingga ke beberapa negara. Tradisi
masyarakat Pulau Samosir ini merupakan sebuah tarian yang menggunakan
sigale-gale yaitu sebuah boneka yang memiliki wujud seperti manusia yang bisa
digerakan dan menari dengan diiringi alunan musik tradisional khas batak.
Karena keunikannya tarian sigale-gale bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan.
Sebenarnya, bisa dikatakan jika sigale-gale ini merupakan
kesenian wayang orang asal Batak yang sudah dimainkan ratusan tahun yang lalu.
Boneka sigale-gale berdiri di atas peti mati yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan boneka tersebut ketika sudah tidak dimainkan lagi. Pada beberapa
bagia tubuh boneka sigale-gale seperti tangan, pundak, dan mulut yang nantinya
digerakan oleh para penari.
Tarian Sigale-gale
Sangat beruntung kesenian ini masih terus dilestarikan dan
tidak tergerus zaman. Dua tempat yang masih terus melakukan tarian sigale-gale
yaitu kawasan Tomok dan Museum Huta bolon Simanindo. Kabarnya ada empat lokasi
yang masih terus menyajikan pertunjukan sigale-gale secara rutin.
Sejarah Tarian Sigale-gale
Ada kisah sedih dibalik asal-usul tradisi tarian ini. Zaman
dahulu, ada kerajaan yang bermukim di wilayah Toba. Sang raja memiliki seorang
anak yang sangat disayangi bernama Manggale. Hingga pada suatu saat, terjadi
peperangan antar kerajaan yang tidak terelakan. Sang raja menyuruh anaknya
untuk turun ikut berperang.
Namun takdi berkata lain, Manggale si anak raja gugur di
medan perang. Sang raja merasa sangat terpukul dan sedih atas meninggalnya anak
semata wayang yang sangat disayanginya. Karena kesedihannya yang mendalam
membuat kesehatan sang raja terus memburuk.
Merasa tidak tega melihat kondisi sang raja, para penasehat
kerajaan memberi ide untuk membuat patung dari kayu yang wajahnya mirip
Manggale, anak sang raja yang telah tewas. Setelah patung tersebut sudah jadi,
dilakukan sebuah ritual untuk memanggil roh Manggale dan menyuruhnya masuk ke
dalam boneka kayu yang sudah dibuat.
Akhirnya kesehatan sang raja semakin membaik karena
kerinduannya sudah terobati dengan melihat patung kayu yang sangat mirip dengan
wajah anaknya. Supaya lebih hidup, beberapa anatomi boneka kayu dipasang tali
agar bisa digerakkan dan diputar.
Saat ini pelaksanaan tarian sigale-gale menjadi wujud
kebanggaan pada suatu keluarga batak karena memiliki anak laki-laki. Hal ini
dikarenakan suku batak sangat menjunjung tinggi anak laki-laki, jika pada suatu
keluarga tidak memiliki satupun anak laki-laki maka dianggap sebagai suatu
keburukan.
Selain itu, berdasarkan kepercayaan masyarakat sekitar bahwa
tarian ini juga dapat membuang sial pada suatu keluarga ataupun suatu desa.
Baca Juga: Tarian Mistis Lukah Gilo, Sisi Lain Kebudayaan Minangkabau
Prosesi Tarian Sigale-gale
Tempat berlangsungnya tarian ini biasanya di tanah lapang atau
di tengah jalan utama desa. Tinggi patung sigale-gale kurang lebih 1 meter.
Tradisi ini dilakukan oleh 8-10 orang penari dengan diiringi musik khas batak.
Pari penari ini akan melakukan tarian tor-tor tapi tetap fokus pada boneka
sigale-gale.
Selain penari, ada 2-3 orang yang berperan sebagai dalang
yang menarik bagian tubuh dan memutar kepala serta menggerakan mata boneka sigale-gale. Berdasarkan mitos yang beredar, dahulu hanya butuh 1 orang dalang
saja untuk menggerakan boneka, bahkan ada seorang dalang legendaris yang
bernama Raja Gayus Rumoharbo yang dipercaya mampu membuat boneka Sigale-gale
yang dapat bergerak sendiri bahkan bisa mengeluarkan air mata. Raja gayus
pernah mempertunjukan boneka buatannya tersebut sekitar tahun 1930 di Pematang
Siantar pada saat festival Sigale-gale.
Baca Juga: Tradisi Lompat Batu dari Nias, Bentuk Ujian Kedewasaan
Kostum Tarian Sigale-gale
Para penari yang mengiringi boneka sigale-gale menggunakan
kostum atau pakaian adat khas batak yang dilengkapi dengan kain ulos. Kostum
ini bukan hanya dipakai oleh para penari tapi juga digunakan oleh bonekanya.
Hingga sekarang tarian sigale-gale masih terus dimainkan dan
dilestarikan. Tarian ini kerap tampil pada upacara adat atau acara-acara
tertentu. Bahkan, tarian ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata Pulau Samosir.
Terkadang kesenian sigale-gale ini menggunakan rekaman lagu tradisional ketika
grup yang biasa mengiringi lagu sedang berhalangan. Diharapkan kesenian ini
masih terjaga dan bisa diwarisi pada generasi muda Indonesia.